oleh
Fahmi Reza
Fahmi Reza
Ki Hajar
Dewantara, bapak pendidikan Indonesia pernah mengisyaratkan bahwa pengajaran
drama sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri, sikap jujur, dan
mencerdaskan pikiran. Dengan landasan tersebut seluruh elite pendidikan
menyusun KD mengenai pembelajaran drama. Dan betul, hampir seluruh KD di SMA
kelas 11 merupakan pengajaran mengenai drama.
Hanya sekarang
masalahnya adalah, tenaga pendidik bahasa dan sastra Indonesia yang seharusnya
mampu mengajarkan drama, seringkali tidak memiliki kemampuan untuk itu. Bukan
sebuah kesalahan besar, ketika seorang guru tidak mampu melakukan itu.
Kesalahan justru terletak pada sikap sombong dan tidak acuh. Setelah guru tidak
mampu mengajarkan drama, dia lebih senang memberi tugas tanpa referensi. Akhirnya
jadilah sebuah drama-drama kelas serupa sinetron di televisi.
Teater, dan Masyarakat Awam
Bibit-bibit di
atas akan tumbuh menjadi manusia yang awam terhadap seni pertunjukan (drama).
Guru-guru sastra secara tanpa sadar telah mengubah pandangan siswa secara perlahan, untuk
meninggalkan seni drama. Bagaimana tidak, siswa yang salah paham, menganggap
bahwa teater (dalam hal ini drama lebih dikenal sebagai teater) adalah sebuah
pertunjukan yang tidak menarik, hitam, sulit dipahami, dan tidak menyenangkan.
Tidak lain, itu semua karena paradigma terhadap teater disamakan dengan drama
kelas yang pernah mereka pelajari semasa sekolah. Celaka. Jika sudah begini,
nasib para pelaku teater dalam bahaya. Karyanya akan sulit diterima oleh masyarakat
umum, sebab tumbuhnya paradigma tadi.
Kesalahan
penanaman rasa cinta terhadap seni pertunjukan teater juga bukan hanya oleh
oknum guru bahasa dan sastra Indonesia saja. Tetapi juga karena para pelaku
teater itu sendiri. Seni pertunjukan teater adalah kesenian yang sangat
kompleks. Dimana semua unsur kesenian berpadu di dalamnya. Ada seni peran, seni
musik, Seni rupa (penataan panggung), seni tari, seni tata rias, dan lain-lain.
“Lalu Kenapa dikatakan banyak juga pelaku
Teater yang bersalah atas awamnya masyarakat terhadap teater?”
Seringkali para
pelaku Teater tidak memperhatikan pertunjukan teater sebagai unsur kesenian
yang kompleks. Banyak pertunjukan teater yang hanya mengedepankan satu atau dua
unsur saja. Lebih ke sendra tari misalnya. Atau 100% hanya menggarap drama. Padahal
selain sebagai literature. Teater
juga wajib memiliki daya tarik sebagai hiburan. Agar teater tidak hanya menjadi
tontonan komunitas, melainkan juga masyarakat luas.
Memang tidak
salah hanya mengedepankan satu atau dua unsur saja. Asalkan Sifat Teater
sebagai entertain juga tetap digarap.
Seperti yang dikatakan N.Riantiarno melalui bukunya “Menyentuh Teater” yang kurang lebih begini, “ada tahapan berikutnya untuk memahami sebuah pementasan Teater dengan
utuh. Tapi paling tidak para apresiator merasa senang setelah menyaksikan
sebuah pementasan Teater”.
Teater di Mata Masyarakat
Kegiatan
Teater sebagai kerja kreatif yang semestinya memiliki kompleksitas kesenian
yang menarik, menjadi biasa saja. Hanya sedikit grup-grup teater yang telah
menempuh kerja kreatif panjang dan menjadikan teater sebagai alternative hiburan yang menarik. Misal,
katakan saja Teater Koma (Jakarta), Teater Gandrik (Yogyakarta), dan Teater CCL
(Bandung). Meski telah banyak contoh-contoh dan referensi pertunjukan berkualitas
seperti grup-grup ini. Nampaknya masih banyak grup teater remaja, bahkan senior
yang masih jauh dikatakan mumpuni. Baik secara kualitas maupun kuantitas.
Ini yang
menjadi penyebab masyarakat masih belum yakin pada pertunjukan teater. Seolah
mereka takut membeli kucing dalam karung. Paradigma masyarakat sejak remaja,
kekecewaan terhadap pertunjukan teater yang tidak memperhatikan kualitas. Serta
sulitnya menjangkau (biaya yang mahal) pertunjukan-pertunjukan berkualitas. Juga
animo masyarakat pada pelaku-pelaku teater itu sendiri, telah membawa
pertunjukan teater menuju ruang hitam di sudut mata masyarakat.
*Dimuat dalam opini inilah koran pada tanggal 28 April, 2013
Sumber gambar : http://www.kelola.or.id/data/database/images/29-TANGGA2008,Yose02.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar