Minggu, 24 November 2013

Teater, Panggung Seni Hitam

oleh 
Fahmi Reza

 
Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia pernah mengisyaratkan bahwa pengajaran drama sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri, sikap jujur, dan mencerdaskan pikiran. Dengan landasan tersebut seluruh elite pendidikan menyusun KD mengenai pembelajaran drama. Dan betul, hampir seluruh KD di SMA kelas 11 merupakan pengajaran mengenai drama.

Hanya sekarang masalahnya adalah, tenaga pendidik bahasa dan sastra Indonesia yang seharusnya mampu mengajarkan drama, seringkali tidak memiliki kemampuan untuk itu. Bukan sebuah kesalahan besar, ketika seorang guru tidak mampu melakukan itu. Kesalahan justru terletak pada sikap sombong dan tidak acuh. Setelah guru tidak mampu mengajarkan drama, dia lebih senang memberi tugas tanpa referensi. Akhirnya jadilah sebuah drama-drama kelas serupa sinetron di televisi.

Teater, dan Masyarakat Awam
Bibit-bibit di atas akan tumbuh menjadi manusia yang awam terhadap seni pertunjukan (drama). Guru-guru sastra secara tanpa sadar telah mengubah pandangan siswa secara perlahan, untuk meninggalkan seni drama. Bagaimana tidak, siswa yang salah paham, menganggap bahwa teater (dalam hal ini drama lebih dikenal sebagai teater) adalah sebuah pertunjukan yang tidak menarik, hitam, sulit dipahami, dan tidak menyenangkan. Tidak lain, itu semua karena paradigma terhadap teater disamakan dengan drama kelas yang pernah mereka pelajari semasa sekolah. Celaka. Jika sudah begini, nasib para pelaku teater dalam bahaya. Karyanya akan sulit diterima oleh masyarakat umum, sebab tumbuhnya paradigma tadi.

Kesalahan penanaman rasa cinta terhadap seni pertunjukan teater juga bukan hanya oleh oknum guru bahasa dan sastra Indonesia saja. Tetapi juga karena para pelaku teater itu sendiri. Seni pertunjukan teater adalah kesenian yang sangat kompleks. Dimana semua unsur kesenian berpadu di dalamnya. Ada seni peran, seni musik, Seni rupa (penataan panggung), seni tari, seni tata rias, dan lain-lain. “Lalu Kenapa dikatakan banyak juga pelaku Teater yang bersalah atas awamnya masyarakat terhadap teater?”

Seringkali para pelaku Teater tidak memperhatikan pertunjukan teater sebagai unsur kesenian yang kompleks. Banyak pertunjukan teater yang hanya mengedepankan satu atau dua unsur saja. Lebih ke sendra tari misalnya. Atau 100% hanya menggarap drama. Padahal selain sebagai literature. Teater juga wajib memiliki daya tarik sebagai hiburan. Agar teater tidak hanya menjadi tontonan komunitas, melainkan juga masyarakat luas.

Memang tidak salah hanya mengedepankan satu atau dua unsur saja. Asalkan Sifat Teater sebagai entertain juga tetap digarap. Seperti yang dikatakan N.Riantiarno melalui bukunya “Menyentuh Teater” yang kurang lebih begini, “ada tahapan berikutnya untuk memahami sebuah pementasan Teater dengan utuh. Tapi paling tidak para apresiator merasa senang setelah menyaksikan sebuah pementasan Teater”.

Teater di Mata Masyarakat
Kegiatan Teater sebagai kerja kreatif yang semestinya memiliki kompleksitas kesenian yang menarik, menjadi biasa saja. Hanya sedikit grup-grup teater yang telah menempuh kerja kreatif panjang dan menjadikan teater sebagai alternative hiburan yang menarik. Misal, katakan saja Teater Koma (Jakarta), Teater Gandrik (Yogyakarta), dan Teater CCL (Bandung). Meski telah banyak contoh-contoh dan referensi pertunjukan berkualitas seperti grup-grup ini. Nampaknya masih banyak grup teater remaja, bahkan senior yang masih jauh dikatakan mumpuni. Baik secara kualitas maupun kuantitas.

Ini yang menjadi penyebab masyarakat masih belum yakin pada pertunjukan teater. Seolah mereka takut membeli kucing dalam karung. Paradigma masyarakat sejak remaja, kekecewaan terhadap pertunjukan teater yang tidak memperhatikan kualitas. Serta sulitnya menjangkau (biaya yang mahal) pertunjukan-pertunjukan berkualitas. Juga animo masyarakat pada pelaku-pelaku teater itu sendiri, telah membawa pertunjukan teater menuju ruang hitam di sudut mata masyarakat.

Maka, kita selaku penggiat itu semua, semestinya mampu mengembalikan seni pertunjukan teater pada hakikat estetikanya. Bahwa teater adalah media penyampaian pesan dengan kekayaan unsur kesenian. Proses berteater adalah proses mempertajam pemahaman terhadap segala bentuk estetika hidup. Menjadi rendah hati sangat penting dalam berproses di teater. Agar senantiasa bercermin dan tetap senang hati, kerja keras berproses kreatif. Menciptakan pertunjukan yang mampu memukau masyarakat luas. Juga memindahkan teater dari kelam hitam mata, ke hati masyarakat. Amin

*Dimuat dalam opini inilah koran pada tanggal 
28 April, 2013
Sumber gambar : http://www.kelola.or.id/data/database/images/29-TANGGA2008,Yose02.jpg

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar